Menu1

Minggu, 23 Agustus 2009

Riri dan Pohon Menuju Awan

Siang itu, Riri duduk cemberut sambil menangis di atas dahan pohon yang tumbuh di halaman belakang rumahnya.
“Huuu…huuu…kenapa sih Ibu tidak mau membelikan aku boneka baru? Aku kan kepingin banget…..”
Entah karena kecapekan menangis atau karena angin sepoi-sepoi, Riri pun mulai mengantuk. Tiba-tiba, tubuh Riri terguncang-guncang.
Kraak…kraak…! Oh, tidak! Pohon yang Riri naiki terus tumbuh menjulang ke atas!
“Waa….! Ini seperti dongeng sulur kacang ajaib yang diceritakan oleh Ibu kemarin malam!” teriak Riri.
Ia berpegangan erat-erat pada batang pohon.
Sampai akhirnya, pohon itu menembus awan-awan putih yang menggumpal di langit. Belum habis rasa herannya, Riri melihat sesuatu yang lain lagi. Seorang anak perempuan cantik berpakaian aneh, di samping benda mirip pesawat mungil.
Seakan lupa kalau ia sedang berada di tengah awan, Riri menghampiri anak itu.
Puff…puff…puff…! Kaki Riri serasa menginjak kapas lembut.
“Halo! Aku Riri! Siapa namamu?” tanyanya penasaran.
“Halo, Riri! Aku Jiji dari luar angkasa. Aku baru saja jalan-jalan di sekitar sini. Sekarang aku akan pulang. Mau ikut?” ajak Jiji ramah.
“Mmmm….” Riri menimbang-nimbang. “Apa kamu punya boneka di rumahmu?”
“Oh! Iya, aku punya banyak. Ibuku selalu membelikan aku boneka baru setiap hari. Kalau mau, pilih saja sesukamu sebagai hadiah persahabatan kita.”
Asyiiik! Batin Riri. Ia sangat menginginkan boneka baru. Maka, ia memutuskan naik pesawat mungil itu dengan Jiji.
“Rumahku sangat jauh dari sini. Jadi sabar, ya?” kata Jiji.
Eh iya! Riri baru sadar. Bagaimana kalau aku tidak bisa pulang kembali? Tidak bisa bertemu Bapak dan Ibu lagi…..
“A...aku pulang saja, Jiji…” kata Riri.
“Lho kenapa? Nanti aku kasih dua boneka deh!” Jiji merayu.
Riri teringat boneka-bonekanya di rumah. Betapa senangnya kemarin ia bermain sekolah-sekolahan bersama mereka. Riri jadi tambah sedih.
Sekarang, ia tidak menginginkan boneka baru lagi. Riri cuma ingin pulang…..
“Riri….Riri….!!”
Dari atas pesawat, Riri melihat Ibu memanggil-manggil namanya di halaman belakang. Riri ingin sekali segera turun dari pesawat. Tapi, tombol pintunya macet! Ia bingung dan takut!
“Ibu…Ibu….!” teriak Riri sambil menangis.
“…Riri! Ayo turun, sayang!”
Riri membuka matanya. Ibu sedang berdiri tersenyum di bawah pohon. Rupanya tadi Riri cuma bermimpi.
“Bapak sudah pulang, tuh! Kita makan siang sama-sama, yuk!” kata Ibu.
Riri cepat-cepat menuruni pohon. Ia memeluk pinggang Ibu dengan manja. Hangat rasanya bisa memeluk Ibu. Lebih hangat daripada memeluk boneka baru. Iya kan, Riri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halo, Pembaca Dongeng Bunda!
Apa pendapat kalian tentang dongeng ini?