Menu1

Kamis, 18 Maret 2010

Maaf, Aku Tidak Bisa Membantu!

Hami si Hamster tertidur di kursi setelah seharian lelah merajut syal untuk Lala si laba-laba.
“Aduh, Hami! Aku harus membuat sebuah syal untuk festival syal laba-laba nanti malam. Kau tahu kan, aku tidak bisa merajut. Jadi, tolong rajutkan syal yang bagus untukku ya?” pinta Lala tadi pagi. Hami tidak mungkin menolak permintaan sahabatnya.
Padahal, ia juga harus menyelesaikan rajutan topi untuk kado di pesta ulangtahun sepupunya malam ini. Tapi, karena ketiduran, Hami tidak bisa menyelesaikan topi itu dan tidak datang ke pesta. Seharusnya, tadi ia bilang pada Lala kalau tidak bisa membantu.
“Kenapa sih, aku tidak pernah bisa menolak permintaan teman-temanku?” desah Hami sedih. “Akhirnya, aku sendiri yang kesulitan.”
Hami berpikir keras. Lalu, ia menemukan sebuah ide. Ia berdiri di depan cermin. Ia mengambil nafas dalam-dalam.
“Maaf, aku tidak bisa membantu. Aku sedang sibuk. Tidak bisa…tidak bisa…”
Hami mengulangi kata-kata itu berkali-kali sampai tenggorokannya kering.
Esoknya, Hami pergi ke rumah sepupunya untuk mengantarkan kado dan es krim buatannya. Ia ingin meminta maaf, sebab kemarin malam ia tidak datang ke pesta.
“Wah, harus cepat-cepat nih! Atau es krim ini akan meleleh terkena panas matahari.”
Hami berjalan tergesa-gesa melewati kebun wortel Coki si kelinci.
“Hai, Hami! Kebetulan kau lewat! Bantu aku memanen wortel yuk!” ajak Coki. Ia nampak sibuk mencabuti wortel-wortel yang sudah masak.
“Tapi aku…” Hami ingin mengucapkan maaf, tidak bisa, seperti dalam latihannya di depan kaca. Namun, tenggorokannya seperti tersekat biji matahari yang sangat besar. Coki sering membantu Hami. Masa’ kali ini ia tidak mau membantu Coki?
“Aku segera ke sana!” seru Hami.
Selesai memanen wortel, Hami melihat ke dalam keranjangnya. Yaah…benar kan? Es krim sudah mencair…. Hari itu, Hami merasa lebih sedih daripada kemarin.
“Aku butuh udara segar. Besok pagi, aku ingin berjalan-jalan.” ucap Hami menghibur diri.
Padang rumput nan hijau adalah pilihan yang tepat untuk jalan pagi. Badan Hami terasa segar dan hati Hami ceria kembali.
“Oh, Hami yang manis. Bisakah kau ambilkan topikuuu?”
Topi kesayangan Sami si sapi terbang tertiup angin kencang, hingga tersangkut di ranting pohon yang tinggi.
Bukannya Hami tak mau menolong. Ia juga tahu, tidak ada sapi yang bisa memanjat pohon. Masalahnya, Hami takut ketinggian. Takut sekali malah!
Lalu, Hami mengeluarkan gulungan kertas besar dari tas. Ia menunjukkan tulisan di dalamnya pada Sami: maaf, aku tidak bisa membantu. Begitu bunyinya.
“Mmmm…” Sami mengeryitkan dahi, berusaha membaca. “Tulisan itu artinya…kau mau membantuku?” tanya Sami lugu.
Oh iya! Hami lupa! Sami kan buta huruf! Aduh….
“Iya, akan kuambilkan…” jawab Hami lemas.
Dengan menahan segenap rasa takutnya, Hami memanjat pohon dan berhasil mengambil topi Sami.
“Terima kasih, Hami…!” Sami melanjutkan perjalanannya sambil berdendang riang.
Bagaimana keadaan Hami? Seluruh badannya lemas karena menahan rasa takut yang begitu besar..
“Aku tidak kuaat…” O-oh! Ia jatuh pingsan di atas rumput!
“Bangun, Hami!” kata seorang gadis yang berukuran keciiil sekali. Ia mempunyai sayap seperti capung.
Pelan-pelan, Hami tersadar. “Oh, Peri Embun…”
“Kau kenapa?” tanya Peri Embun. Hami pun menceritakan apa yang terjadi.
“Oh…begitu.” Peri Embun tertawa kecil. “Minum air embunku ini. Badanmu akan segar kembali. Dan kau pasti bisa mengatakan apapun yang ingin kau katakan, pada siapapun juga. Percayalah!”
Gluk, gluk, gluk! Kesegaran air Peri Embun memang berbeda dengan air biasa. Sangat sejuk, membuat Hami seakan mampu melakukan apa saja.
“Hai, teman-teman! Apakah kalian melihat bola berwarna hijau di sekitar sini?” Miu si Kucing datang menghampiri.
“Susah sekali mencari bola hijau di padang rumput hijau. Kalian mau membantu?” tanya Miu.
Buru-buru, Peri Embun menjawab. “Maaf, Miu. Aku sedang sibuk menyiram embun pada tetumbuhan. Mungkin, Hami bisa membantumu.”
Ia terbang menjauh sambil mengerling ke arah Hami.
“Aku tidak bisa membantumu!” sahut Hami cepat. Sungguh mengejutkan, namun ia berhasil mengatakannya! Air Peri Embun benar-benar mujarab!
“Maaf…maksudku, aku baru saja siuman dari pingsan. Aku butuh istirahat sekarang. Bagaimana kalau kubantu mencari besok?” Hami memperbaiki kata-katanya. Dalam hati, ia takut Miu kecewa dan menganggapnya tidak setia kawan.
“Pingsan? Ayo aku antar pulang!” kata Miu. Wajahnya nampak khawatir.
“Bagaimana dengan bolamu?”
“Kesehatanmu lebih penting daripada bolaku.”
Walaupun Hami tidak membantunya mencari bolanya yang hilang, Miu tidak marah. Malah menggendong Hami pulang ke rumah. Miu memang teman yang baik!
Diam-diam, Peri Embun mengintip dari balik rerimbunan semak-semak.
“Besok, aku akan memberi tahu Hami, kalau ia berhasil karena keberaniannya sendiri. Air embunku kan cuma air biasa. Hihihi!”