Menu1

Jumat, 08 Januari 2010

HARI-HARI SI UCI

Selamat pagi! Namaku Uci, si ulat. Aku tinggal di sebuah pohon yang daunnya rimbun. Beberapa hari lalu, aku baru saja menetas dari telur. Aku punya bulu berwarna coklat berbintik-bintik hitam. Tidak begitu bagus, sih.

“Ah, jangan khawatir. Nanti kalau kamu sudah besar, kamu akan menjadi kupu-kupu yang cantik, kok.” hibur Lala, si lebah, sahabat baikku.

Benarkah? Aku senang sekali mendengarnya. Aku ingin cepat besar, dan menjadi kupu-kupu yang cantik! Dengan lahap, aku memakan dedauan hijau banyak sekali. Sampai akhirnya tubuhku jadi tambun, dan buluku berubah menjadi kulit berwarna hijau seperti daun yang kumakan tiap hari.

“U…uh, bagaimana aku bisa menjadi kupu-kupu cantik kalau badanku gendut begini? Aku juga tidak suka warna hijau!” keluhku, saat Lala datang berkunjung.

“Hmmm…aku pun tidak mengerti. Tapi aku merasa, warna kulitmu itu pasti ada gunanya.” kata Lala. Dia memang sahabat yang baik, selalu menghiburku di kala aku sedih.

“Kaok….!”

Tiba-tiba seekor burung besar menukik ke arah kami. Lala segera terbang menyelamatkan diri. Sedangkan aku terdiam kaku karena ketakutan. Burung itu dekat sekali denganku. Matanya yang tajam memandang dedaunan tempat aku berada.

“Bah! Tidak ada makanan di sini! Kaok!” katanya seraya terbang pergi.

Ah, aku mengerti! Burung tadi tidak melihatku, sebab warna kulitku yang hijau seperti daun! Syukurlah!

Aku jadi lebih semangat lagi melahap dedaunan. Akibatnya, tubuhku jadi lebih gemuk lagi, dan membuatku semakin malas bergerak. Akhirnya, aku memutuskan untuk menempel di sebuah ranting, sambil menikmati angin sepoi-sepoi.

“Waah…Uci! Sebentar lagi kamu pasti menjadi kepompong!” kata Lala.

Kepompong? Apa itu ya? Aku mengantuk sekali. Bahkan aku tidak menyambut kedatangan Lala. Apalagi sekarang kulitku mengeluarkan benang-benang halus yang lembut. Aku seperti dibungkus selimut hangat. Hoahm….

Aku lupa berapa lama aku telah tertidur. Aku terbangun oleh suara yang memanggil-manggil namaku.

Krek! Aku menyobek lilitan benang yang mengering, menutupi tubuhku.

“Eh, Uci! Kamu sudah keluar dari kepompong rupanya! Sekarang kamu seekor kupu-kupu!” Lala berseru kegirangan, mengelilingi aku.

Benar! Aku sudah menjadi seekor kupu-kupu cantik. Sayapku terkepak-kepak dengan indahnya.

“Ayo kita mencari madu sama-sama!” ajak Lala.

“Yuk!” sambutku riang.

4 komentar:

  1. Aku paling takut sama ulat... Hiiiiiii....
    Dulu, waktu masih di Madura, klo ada ulat bulu di pintu, aku pasti teriak histeris.. Untung ada Mbak Joewit yang dengan santainya mengambil ulat itu hanya dengan secarik kertas!

    Ada gak ya istilah untuk orang takut ulat? Caterpillophobia? Halahh... ngarang!

    BalasHapus
  2. Hihi...Iya ya Om Ijul! Jadi ingat ekspresi Om Ijul pas kena "Caterpillophobia"!
    Sekarang kan sudah aku buatin dongeng tentang ulat yang imut. Masih takut?

    Kalau begitu, dongeng ini buat Dmitri sama Syahla aj...

    BalasHapus
  3. Masih takut gak ya? Udah lama gak ketemu ulat nih... Ntar klo pulang ke Sukabumi, dongengnya mau diliatin ke Bu Maya ah..

    Mbak, ada quotes yang bagus dari Paulo Coelho gak? Trims

    BalasHapus
  4. hehe.makasih banget om ijul!smg nak kanak pada suka.oya,sekarang aku gak pernah translate coelho lagi.aku konsen ke dongeng dulu.om ijul kapan bikin blognya?aq tunggu lho!serius!

    BalasHapus

Halo, Pembaca Dongeng Bunda!
Apa pendapat kalian tentang dongeng ini?